Kesenian Lamut Berasal Dari Muangthai, Untuk Hiburan Hingga Pengobatan

Bagikan Artikel
Kesenian Lamut (Balamut) merupakan salah satu seni lisan atau tutur khas Kalimantan Selatan

Dalam masyarakat Banjar, terdapat beragam tradisi lisan seperti madihin, basyair, bakisah, dan bapando (monolog) serta Lamut (Balamut).

Lamut atau Balamut merupakan salah satu jenis tradisi lisan yang telah lama tumbuh dan berkembang di tengah kita masyarakat Banjar, namun sayang keberadaannya kini makin terkikis dan kini terancam hilang tergerus peradaban zaman.

Lamut sendiri merupakan karya sastra tradisional yang berbentuk syair, pantun dalam satu narasi. Kesenian lamut yang dilakukan dengan cara bertutur atau bercerita tersebut, diiringi alunan lagu dengan tabuhan alat musik jenis tarbang.

Tradisi lisan Lamut dibawakan oleh seorang Pelamut bisa hingga semalam suntuk, dimana biasanya sesudah shalat isya hingga menjelang shalat subuh.

Secara sejarah Lamut berasal dari Muangthai yang dilisankan dengan menggunakan bahasa Cina. Tradisi lisan Lamut datang ke Amuntai, Tanah Banjar pada tahun 1816 yang dibawa oleh para pedagang Cina.

Raden Ngabei Surono Joyonegoro, seorang bangsawan dari Yogyakarta bertemu dengan pedagang Cina, pemilik kapal Bintang Tse Cay. Raden Ngabei Surono Joyonegoro selama bergaul dengan saudagar Cina tersebut, sering melihat saudagar Cina membacakan syair dan lalu menanyakan tentang syair tersebut.

Hubungan Raden Ngabei dengan saudagar Cina itu semakin dekat dan akrab. Kemudian saudagar Cina itu mengangkat Raden Ngabei menjadi saudara angkat. Raden Ngabei bersedia menjadi saudara angkatnya, tetapi dengan syarat saudagar Cina memberikan syair yang suka dibacanya. Saudagar Cina itu dengan senang hati menyerahkan syair yang suka dibacanya itu kepada Raden Ngabei. Setelah menerima syair itu, Raden Ngabei mengubahnya dengan menggunakan bahasa Melayu Banjarmasin, syair itu lalu disebut syair Lamut atau Lamut.

Kemudian, saat serombongan orang yang akan merayakan maulid Nabi Muhammad datang ke Amuntai dengan membawa alat musik tarbang. Lalu, Raden Ngabei melantunkan syair Lamut yang diiringi dengan alat musik tarbang. Sejak itu, syair Lamut berubah namanya menjadi Lamut yang berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata laa dan mauta yang artinya tidak mati atau tidak punah keberadaannya.

Dalam kesenian Lamut sendiri, terdapat dua fungsi utama yakni, sebagai hiburan dan pengobatan. Yang tergolong tradisi lisan Lamut sebagai hiburan, antara lain syair Bujang Jaya, Bujang Busur, Bambang Teja Aria, Prabu Awang Selenong, Bujang Laut dan Bujang Sakti. Sementara itu, Lamut pengobatan diantaranya, Raja Bungsu, Kasanmandi dan Raja Bungsu.

Lamut yang berfungsi untuk hiburan didahului atau dibuka dengan salam, sedangkan Lamut yang berfungsi untuk pengobatan dibuka dengan salam, permohonan doa kepada Allah subhanahu wata’ala, dan selawat kepada Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam.

Sedangkan Lamut untuk pengobatan diperlukan sesaji, seperti menyediakan kue sebanyak 41 macam, telur, beras, jarum, air gula merah, nasi putih dan nasi kuning, serta air santan. (medsos @habarbudaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *