Adanya Ritual malabuh atau mambari makan Buaya ( Buhaya) ditengah masyarakat Banjar khususnya masyarakat Batang Banyu (dekat sungai) terkhusus warga daerah Kelua (salah satu kecamatan di Kabupaten Tabalong) sudah berlangsung sejak lama.
Adanya kepercayaan buaya gaib dalam perspektif Urang Banjar Batang Banyu di Sungai Tabalong yang pernah dipublikasikan di jurnal Universitas Lambung Mangkurat (ULM) disebutkan jika, Ritual malabuh dan simbol yang berhubungan dengan buaya gaib merupakan perwujudan nyata tentang adanya keyakinan ini.
Fungsi ritual malabuh adalah memberi makan buaya gaib agar tidak mencelakakan si pemilik. Selain itu ritual malabuh juga merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah karena telah terlindungi dari berbagai bahaya melalui buaya gaib.
Simbol-simbol pada ritual malabuh memiliki makna agar manusia menjaga keasrian dan kebersihan lingkungan sungai.
Menurut Mursalin, yang merupakan Pengajar Sejarah Freelance Ganesha Operation dalam ritual malabuh nampak adanya sinkretisme. Bentuk sinkretisme itu berupa pembacaan doa selamat sebelum ritual dan permohonan izin kepada Nabi Khaidir sebagai penguasa alam air.
Buaya gaib identik dengan orang Kalua, walaupun daerah asal kepercayaan terhadap buaya gaib ini berbeda-beda diantaranya Desa Kutam dan Candi Agung. Identitas buaya gaib yang disematkan pada orang Kalua disebabkan dua hal.
Pertama, persebaran orang Kalua ke daerah lain akibat aktivitas perdagangan dan merantau, sehingga mereka cukup dikenal sebagai orang dagang dan pengguna buaya gaib.
Kedua, adanya tokoh kharismatik dari daerah Kalua yang menguasai buaya sungai. Tokoh karismatik tersebut adalah Datu Kartamina dan Datu Abi. (medsos @habarbudaya)