Sarigading Kain Tenun Banua

Bagikan Artikel
Pembuatan kain Sari Gading yang dilakukan dennen cara menenun

Jika selama ini kain Sasirangan sudah sanat familiar di tengah masyarakat Banjar, namun ternyata kain yang semula dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana pengobatan secara tradisional ini mempunyai saudara sejenis dan sama fungsi, namun dengan cara pembuatan yang berbeda.

Kain itu disebut Kain Sarigading, sama seperti Sasirangan kain ini juga berfungsi untuk kelengkapan pengobatan tradisional, namun cara pembuatannya dengan cara ditenun beda dengan Sasirangan yang dibuat dengan teknik jelujur dan celup.

Salah satu wilayah yang hingga kini masih ada pengrajin Kain Sarigading ini adalah Desa Pandulangan Kecamatan Sungai Pandan, Alabio dan Desa Sungai Tabukan di Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten HSU.

Karena dibuat dengan cara tenun, membuat kain Sarigading istimewa. Karena, kerajinan tenun asal Pulau Kalimantan hanya tersisa di Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu dan Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Keduanya sama-sama di Kalimantan Selatan.

Selain itu, tenun Sarigading punya kemiripan motif dengan kain asli Baduy/Badui. Sisi lainnya, tenun Sarigading dibuat tanpa proses pengikatan dan hasilnya cenderung polos.

Sama persis kain Sasirangan, Kain tenun Sarigading menjadi langka karena fungsi kain tenun ini kebanyakan hanya dikembangkan untuk peralatan prosesi pengobatan tradisional yang diwarisi turun-temurun dan bukan untuk tujuan komersil.

Dan keahlian menenun kain Sarigading untuk perlengkapan pengobatan tersebut juga hanya diwariskan secara turun temurun, dimana kalau teknik menenun mungkin bisa diajarkan, namun terkait ritual menenun Kain Sarigading untuk pengobatan penyakit ini yang tidak sembarang orang boleh dan bisa, sehingga tidak bisa diajarkan secara umum.

Baik Sarigading maupun Sasirangan, keduanya diyakini merupakan kain Langgundi atau kain yang digunakan sebagai bahan untuk membuat pakaian harian seluruh warga kerajaan Negara Dipa.

Legenda kain Langgundi sendiri, tak bisa dipisahkan dari Hikayat Banjar yang bercerita seorang Putri Junjung Buih meminta Patih Lambung Mangkurat dari Kerajaan Negara Dipa menyiapkan kain yang ditenun berwarna kuning dalam tempo sehari oleh 40 wanita yang masih perawan.

Setelah persyaratan tersebut terpenuhi, maka sang putri pun bersedia menjadi permaisuri Kerajaan Negara Dipa yang kemudian dipersunting Pangeran Suryanata, mewarisi kerajaan yang didirikan Empu Jatmika dan berpusat di Kota Amuntai pada 1355-1362 sesuai versi Hikayat Banjar yang disalin ulang profesor emeritus Universitas Leiden, Belanda JJ Rass atau dikenal dengan Hans Rass.

Namun sayang, kini di keberadaan kerajinan kain tenun Sarigading ini diambang kepunahan setelah ketiadaan regenarasi perajin. Jika tidak diperhatikan keberadaan kain tenun hasil budaya Banua ini, juga akan mengalami nasib buruk, seperti tenun Dayak Ngaju yang sudah punah akibat ketiadaan regenerasi. (tim RB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *