Dari sekian banyak seni tari yang dikembangkan dan berkembang di masyarakat Banjar , terdiri dari beberapa jenis yakni, tari klasik seperti tari Baksa yang diiringi musik Gemalan Banjar maupun tari tradisional yang diiringi musik panting.
Diantara tari klasik yang menyimpan keunikan tersendiri ialah Tari Topeng atau sering juga disebut Manuping. Tari topeng ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian ritual Manuping itu sendiri, dimana Manuping ini adalah sebuah upacara tradisi yang hingga kini masih lestari di beberapa daerah di tanah Banjar.
Tari topeng sendiri, sejatinya bukan pergelaran untuk hiburan tapi semata untuk keperluan upacara, atau bisa juga berfungsi untuk keperluan Batatamba (pengobatan) terhadap orang sakit seperti kapingitan (akibat kelalaian melakukan tradisi) dengan cara – cara tertentu.
Ada beberapa perbedaan dalam pelaksanaan tari topeng ini di tengah masyarakat Banjar yang secara garis besar terbagi dalam tiga bagian, yakni Urang Banjar Pahuluan (Hulu Sungai), Urang Banjar Batang Banyu dan orang Banjar Kuala.
Di Desa Barikin, Kecamatan Haruyan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Desa Tabihi Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai Selatan pergelaran teater Tari Topeng punya kesamaan yakni dilaksanakan dalam upacara “Manyanggar Banua” yang biasanya diadakan sesudah Tanaik Banih (setelah panen padi). Pergelaran mulai malam hari didahului dengan pergelaran wayang kulit, baru pada besok paginya disajikan pergelaran teater Tari Topeng di tempat terbuka.
Sedangkan pada tradisi masyarakat Banjar seperti di Desa Banyiur, Kecamatan Banjarmasin Barat, Kota Banjarmasin pelaksanaan tradisi Manuping ini biasanya dilaksanakan oleh mereka yang mempunyai garis keturunan langsung dari keluarga Tari Topeng (mempunyai garis keturunan dari pelaku penari topeng).
Sebelum diadakan ritual manuping, maka dibuat kue khas Banjar yang memiliki jumlah 41 jenis kue sebagai bagian dari sesaji saat Tari Topeng (Manuping), seperti kue cincin, dodol, apam, cingkaruk, cucur, dan piluru. Para penari pun, sebelum tampil para penari pun ditapung tawari dahulu.
Selain itu, latar tempat pelaksanaan tari biasanya dilengkapi dengan peralatan ritual berupa sepasang patung kayu yang dibuat sedemikian rupa dengan khazanah nilai-nilai filosofis yang penuh dengan makna serta juga adanya Wayang Kulit Semar, Nala Gareng, Bagong, Jambalita, meja sesaji bertutup kain berwarna kuning, dimana kesemuanya ini melambangkan jika tradisi Manuping itu sakral dan mistis.
Dalam pelaksanaannya yang biasanya juga disebut ritual ‘memberi’ makan topeng ini, tak hanya penarinya saja yang sering tak sadar diri menari, penonton yang menyaksikannya juga bisa ‘kerasukan’. Dimana biasanya penonton, rata-rata perempuan, tanpa disadarinya ikut menari sesuai alunan bunyi musik. Bila musiknya berhenti, perempuan tadi berhenti menari dan saat tersadar.
Ada beberapa jenis tarian topeng yang dibawakan yakni, tari topeng tujuh bidadari, tari topeng arjuna, tari topeng bima, tari perempuan tua dibawah alam sadar yang dibawakan oleh bagian dari keluarga penari, tari topeng pantul dan tambam dan terakhir tari topeng sangkala.
Menurut sejarah lisan, tradisi menari topeng ini sudah tumbuh dan berkembang sejak Kerajaan Negara Dipa. Kesenian ini awalnya berkembang didalam kalangan istana raja. Bentuk topeng Banjar terdiri dari Topeng Gunung Sari, Topeng Patih, Topeng Panji, Topeng Batarakala (Sangkala/Gajah Barung), Topeng Pantul, Topeng Tambam, Topeng Pamambi, Topeng Pamimdu, Topeng Kalana, Topeng Ranggajiwa, dan lain – lain. (medsos @habarbudaya)