Satu lagi tradisi unik dałam prosesi perkawinan yang ada di Kalimantan Selatan, yanks traditie Balawang Tujuh dan Bagunung Api.
Tradisi unik ini terdapat di Kecamatan Lampihong Kabupaten Salangaan, salah satu keunikan tradisi ini adalah dikhususkan untuk pasangan pengantin yang berstatus sudah janda atau pernah menikah lalu cerai dan kawin lagi.
Tradisi ini bahkan tergambar dalam bait salah satu lagu daerah Balangan, dimana salah satu baitnya berbunyi “Pung pung halu gara gicak giyang-giyang, takumpul sama pada balu jangan bahiri nang bujang, Pung pung halu gara gicak giyang-giyang asal jangan Bamadu dihadangi siang malam. Naik malam, baliliukan balawang tujuh, Bagunung Api”.
Sama seperti tradisi Jalan Baliuk, Balawang Tujuh Bagunung Api ini juga digelar saat malam hari dan diiringi musik khas banjar panting serta gunung api yang terbuat dari puluhan obor yang tancap dirangka yang menyerupai atap rumah atau seperti gunung.
Menurut Hj Asanah salah satu warga Lampihong, tradisi Balawang Tujuh Bagunung Api dulunya dilaksanakan hampir diseluruh wilayah Balangan, namun kini hanya ada disekitaran Kecamatan Lampihong itupun hanya ada di desa-desa tertentu.
Balawang Tujuh sendiri, kata warga desa Lampihong Kiri Kecamatan Lampihong ini, adalah dimana pasangan pangantin harus terlebih dahulu memasuki pintu (pagar) yang buat sebanyak tujuh kelokan (Liukan) yang dibuat dari sarung perempuan (tapih bahalai) ataupun tali biasa sebelum naik kepelaminan yang berada dalam rumah.
Sedangkan bagunung api, lanjut wanita paru baya ini, adalah puluhan obor yang disusun diatas rangka menyerupai atap rumah atau gunung. Gunung Api ini digunakan saat mengantar (Ma arak) pengantin pria kerumah penganti wanita.
“Tradisinya jika orang yang berstatus janda (Balu) kawin lagi, maka pesta resepsi perkawinan dilakukan malam hari atau diistilahkan Naik Malam. Nah Balawang Tujuh dan Bagunung Api inilah bagian dari hiburan pada pesta resepsinya,” jelasnya.
Kalau filosopi dari Balawang Tujuh dan Bagunung Api sendiri, lanjut dia, adalah pesan bagi pasangan yang baru menikah jika dalam berumah tangga banyak pintu (Lawang) yang diasumsikan sebagai masalah harus dilalui secara bersama-sama.
“Kenapa harus jumlahnya Tujuh, mungkin dalam kehidupan kita harus melewati tujuh hari,”
Gelaran tradisi Balawang Tujuh ini, biasanya diiringi oleh musik Panting ataupun musik gemalan sebagai hiburan tambahannya.
“Biasanya musik Panting atau Gemalan ini sudah dimainkan sejak pasangan pria diarak menuju rumah pengantin wanita dan berhenti jika pasangan sudah duduk bersanding didalam rumah,” jelasnya. (tim RB)