PARINGIN, RB – Upaya untuk menjadikan desa mandiri dan tangguh dalam menghadapi bencana, BPBD Balangan menargetkan ditahun 2023 ada tiga desa yang akan dijadikan Desa Tangguh Bencana (Destana).
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Balangan, Rahmadi, Kamis (12/1/2023) mengatakan, rencana tiga Destana tersebut ialah Desa Pimping, Matang Hanau, dan Tanah Habang Kiri.
“Untuk Desa Matang Hanau statusnya saat ini sudah Destana Pratama dan sedang akan dinaikkan menjadi Destana Madya,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk Desa Pimping dan Tanang Habang Kiri masih dalam tahap sosialisasi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa Desa Tangguh Bencana (Destana) adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dalam menghadapi potensi ancaman bencana. Desa ini juga mampu memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana.
Sebuah desa disebut mempunyai ketangguhan terhadap bencana ketika desa tersebut memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisasikan sumber daya masyaraka untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.
“Ketangguhan menghadapi bencana ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana (PRB), dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pasca keadaan darurat,” katanya.
Kemudian, pengembangan Destana merupakan salah satu upaya pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat dengan meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan, yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku utama.
Masyarakat di dalam desa tangguh bencana ini lanjutnya, aktif terlibat dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi, dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
“Destana merupakan salah satu perwujudan dari tanggung jawab pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana,” ucapnya.
Tujuan pengembangannya untuk melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dalam rangka mengurangi risiko bencana, meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya, dan pemeliharaan kearifan lokal bagi pengurangan risiko bencana.
“Kemudian juga meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi pengurangan risiko bencana, meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, LSM, organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lain yang peduli,” pungkasnya.(RB)