Publik Diminta Cermati Disinformasi Pasal KUHP Baru

Bagikan Artikel
Sosialisasi KUHP anti Hoaks KUHP

JAMBI,RB- Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah disahkan menjadi undang-undang pada rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Masyarakat diharapkan bisa mencermati disinformasi terkait pasal-pasal yang ada di KUHP baru.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof. Henri Subiakto, S.H, menyatakan saat ini banyak beredar di masyarakat informasi yang tidak objektif dan tidak benar terkait pasal-pasal yang ada di KUHP baru.

“Banyak sekali yang beredar di masyarakat itu informasi seolah-olah fakta, seolah-olah benar. Tapi ternyata dia adalah fakta yang palsu atau false truth,” kata Prof. Henri dalam acara webinar sosialiasi KUHP yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Balairung Pinang Masak, Universitas Jambi, Rabu (7/12/2022).

Hal itu dikarenakan ruang digital diisi oleh semua orang yang bisa menjadi komunikator. Hanya dengan gawai (handphone), mulai dari orang baik, orang berpendidikan hingga orang yang tidak baik bisa menjadi komunikator.

“Maka yang terjadi adalah ruang komunikasi digital di dunia maya atau media sosial sering kali diwarnai oleh kebenaran-kebenaran semu atau informasi-informasi palsu,” terang dia.

Ia menyatakan bahwa sosial media (sosmed) dapat merongrong demokrasi. Hal ini dikarenakan, banyaknya informasi palsu yang beredar.

“Ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tetapi di seluruh dunia,” kata dia.

Sementara itu, Tenaga Ahli Komisi III DPR RI, Afdhal Mahatta, menjelaskan bahwa RUU KUHP mencerminkan pergeseran paradigma pemidanaan yang tidak lagi sekedar efek jera dan pembalasan. Tetapi juga memberikan rasa keadilan yang memulihkan.

“Jadi paradigma pemidanaan pada RUU KUHP bergeser dari yang memberi efek jera dan pembalasan, berganti pada rehabilitatif atau restoratif,” ujar dia.

Penyempurnaan KUHP itu secara holistik telah mengakomodir masukan dari masyarakat agar tidak terjadi kriminalisasi yang berlebihan dan tindakan sewenang- wenang dari penegak hukum.

Bahkan, beberapa pasal KUHP saat ini tidak lagi diatur menjadi tidak pidana dalam RKUHP.

Ketua Jurusan Ilmu Hukum FH Universitas Jambi, Dr. Elly Sudarti, S.H., M.H menyatakan bahwa KUHP merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.

Menurut dia, KUHP produk kolonial Belanda dibentuk karena sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh negara tersebut.

“Sedangkan kita, Negara Indonesia mempunyai nilai sendiri, yang tentunya tidak sesuai dengan nilai- nilai yang dianut di Negara Belanda,” kata dia.

RKUHP terdiri dari 37 bab dan 624 Pasal yang terdiri dari dua buku yaitu buku kesatu (aturan umum) dan buku kedua (tindak pidana).

Jumlah pasal RKUHP sedikit lebih banyak dari KUHP lama (569 pasal), karena konsekuensi dari misi konsolidasi dan harmonisasi yang ada dalam buku kesatu RKUHP sebagai operator sistem hukum pidana modern

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *